“Dari Balik Jendela”, Album Baru Monita Tahalea Bergenre Folktronik

album baru monita tahalea

Solois wanita, Monita Tahalea baru saja merilis album terbarunya yang bertajuk “Dari Balik Jendela” pada pertengahan Maret lalu. “Dari Balik Jendela” merupakan album ketiganya, setelah sebelumnya Monita meluncurkan “Dream Hope & Faith” (2010) dan “Dandelion” (2015).

“Dari Balik Jendela” merupakan album yang diperuntukkan untuk merenungi hidup masing-masing.

Monita bercerita bahwa album terbarunya ini lahir atas permenungannya selama ini sebagai seorang musisi dan penulis lagu. Meski demikian, penyanyi berusia 32 tahun tersebut juga menyebut bahwa dirinya tidak membatasi para pendengarnya untuk menginterpretasikan lagu-lagu pada albumnya ini.

“Selama 5 tahun perjalanan setelah album ke-2, aku memasuki musim kehidupan yang berbeda lagi. Mulai dari aku banyak manggung, lalu kehidupan sebelum menikah dan setelah menikah. Banyak renungan yang terjadi dalam diri aku sendiri,” cerita Monita.

lagu baru monita tahalea
instagram.com/monitatahalea

 

Album barunya ini mengambil genre dengan istilah folktronik. Genre yang terdengar baru ini, dipilih Monita karena penamaannya dianggap cocok dengan karakteristik lagu-lagu pada album barunya.

“Mungkin dari segi elemen musik di dalamnya lebih terinspirasi dari musik Folk, terus isinya banyak elektroniknya, makanya dijadiin satu aja dengan sebutan Folktronik”, jelas Monita.

Monita juga menceritakan tentang salah satu single dalam album barunya ini yaitu “Tapak Hening”. Lagu tersebut terinspirasi saat Monita melakukan kunjungan ke Sumba, Nusa Tenggara Timur. “Tapak Hening” berisikan sebuah seruan harapan terhadap masa depan anak-anak Indonesia.

Lirik “Tapak Hening” digarap Monita bersama seorang penulis buku dan juga penyair Theorsia Rumthe. Monita sendiri mengakui bahwa dirinya menggemari tulisan-tulisan dari Theoresia Rumthe.

“Aku banyak diskusi dengan dia tentang lagunya, tentang apa yang aku lihat disana dan apa yang ingin aku sampaikan. Dan akhirnya, Theoresia Rumthe hadir dengan puisi ‘Tapak Hening’ ini”, tutup Monita.