“L aki-laki tuh gak pantes kalo pakai baju warna pink, kayak cewek aja”. Sebuah seruan yang sudah tidak asing terdengar dengan mempresentasikan warna pink dengan perempuan. Stereotip ini sudah menjamur dan banyak diyakini oleh orang-orang. Namun, dari manakah asal muasal stereotip hubungan pink dengan perempuan ini dimulai?
Pada abad ke-19, di budaya barat belum mengenal pemisahan gender berdasarkan warna. Saat itu baik laki-laki maupun perempuan mayoritas menggunakan pakaian berwarna putih. Namun, memasuki awal 1900-an, para pebisnis perusahaan tekstil mulai membedakan jenis kelamin dengan warna pakaian.
Perempuan diidentikan dengan warna biru, sementara laki-laki dengan warna pink.
Hal ini dikarenakan pink dianggap mewakili karakter laki-laki yang kuat dan tegas, sementara biru dianggap warna yang lebih lembut dan halus sehingga mempresentasikan perempuan. Meski demikian, beberapa orang saat itu tidak terlalu memperdulikan tentang pemisahan gender berdasarkan warna. Masih banyak orang menggunakan pakaian sesuai dengan warna yang ia suka.

Namun memasuki tahun 1980-an, mulailah dikenal yang namanya tes prenatal. Tes prenatal merupakan tes untuk mengetahui jenis kelamin anak mereka di dalam kandungan. Hal ini dimanfaatkan oleh perusahaan pakaian di Amerika yang mulai mengklasifikasikan biru untuk laki-laki, sementara pink untuk perempuan. Warna ini tentu berbanding terbalik dengan apa yang pebisnis teksil ingin klasifiasikan pada tahun 1900-an.

Saat itu, klasifikasi warna terhadap gender tidak hanya berkaitan dengan pakaian saja. Namun peralatan bayi seperti selimut, boneka, dot, dan kereta bayi juga diberi klasifikasi yang sama. Sejak saat itulah persepsi bahwa pink merupakan warna yang feminism pun mulai menyebar ke berbagai negara, termasuk Indonesia.
Maka saat ini tak heran, jika kita sulit menemukan laki-laki yang menggunakan pakaian berwarna pink. Meski demikian, ada beberapa orang lainnya yang tidak peduli dengan stereotip ini dan lebih memilih menggunakan pakaian berdasarkan warna yang ia suka.
Pada dasarnya, klasifikasi ini terbentuk karena industri, jadi tidak ada alasan alamiah yang menunjukkan bahwa pink itu ialah perempuan.
Jadi, kalian para laki-laki apakah tertarik untuk menggunakan pakaian berwarna pink?